Sabtu, 26 Juli 2025

Senja di Lerep, Harapan yang Bersemi



Esse Cerpen - Angin senja di Lerep, kota kecil yang bertengger manis di lereng pegunungan, selalu punya cerita. Kali ini, ceritanya terangkai di sebuah pesta ulang tahun sederhana, di rumah lama Lia, sahabat karib Ratna. Ratna, dengan kebaya brokat warna lavender yang membalut tubuh rampingnya, tersenyum ramah menyapa tamu. Meski statusnya kini seorang janda muda, pesona di matanya tak pernah pudar, justru memancarkan ketenangan yang mendalam.

Tawa renyah dan alunan musik akustik memenuhi udara. Ratna sedang asyik berbincang dengan beberapa teman lama ketika matanya menangkap siluet yang familiar di ambang pintu. Jantungnya sontak berdesir, seolah kembali ke masa SMA, masa di mana nama itu sering ia tulis di buku diary-nya. Galih.

Galih melangkah masuk, dengan senyum khasnya yang dulu selalu berhasil meluluhkan hati Ratna. Postur tubuhnya kini lebih tegap, rahangnya sedikit mengeras, tanda waktu telah mengukir kedewasaan. Rambutnya masih hitam legam, dan sorot matanya… masih sama, penuh kehangatan. Ratna tahu Galih bekerja di kota yang jauh, di seberang pulau, dan sangat jarang pulang. Pertemuan ini benar-benar kejutan.

"Ratna?" Suara bariton itu berhasil membuyarkan lamunan Ratna. Galih berdiri di hadapannya, senyumnya mengembang lebar.

"Galih! Ya ampun, aku nggak nyangka kamu bisa dateng," jawab Ratna, berusaha terdengar santai meskipun kupu-kupu di perutnya serasa berjingkrak.

Obrolan mengalir begitu saja, seolah belasan tahun yang berlalu hanyalah jeda singkat. Mereka mengenang masa SMA, tawa pecah saat mengingat kenakalan-kenakalan remaja, hingga akhirnya topik beralih ke kehidupan masing-masing. Galih bercerita tentang pekerjaannya yang menuntut, namun ia masih lajang, sibuk merintis karir. Ratna, dengan tenang, berbagi kisahnya sebagai janda muda, bagaimana ia belajar mandiri dan menemukan kekuatan dalam dirinya.

Baca juga : Peri Togel Pinggir Kali Ole

Malam semakin larut. Tamu mulai berkurang, menyisakan beberapa teman dekat dan tentunya, Ratna dan Galih. Mereka duduk di teras belakang, di bawah temaram lampu gantung yang dihiasi lampion, dengan panorama bintang-bintang Lerep yang bertaburan.

"Aku sering mikir tentang kamu, Rat," ucap Galih, memecah keheningan. Nadanya pelan, namun tegas. "Setelah kita lulus, aku nyesel banget kita nggak bisa lanjut. Aku terlalu fokus sama masa depanku waktu itu, sampai lupa masa sekarang yang paling berharga."

Ratna menoleh, menatap mata Galih yang memancarkan kejujuran. "Aku juga, Galih. Tapi takdir memang punya jalannya sendiri, ya?"

Galih meraih jemari Ratna yang dingin. "Mungkin. Tapi bagaimana kalau sekarang, kita beri takdir kesempatan kedua?" Ia tersenyum tipis, sorot matanya penuh harap. "Aku pulang cuti cuma seminggu, tapi rasanya seperti semesta sengaja mempertemukan kita lagi. Aku masih lajang, Ratna. Dan aku… aku masih mencintaimu."

Mendengar pengakuan itu, air mata Ratna menetes. Bukan air mata kesedihan, melainkan kelegaan dan harapan yang menggebu. "Aku juga, Galih. Selama ini aku pikir hati ini sudah tertutup. Tapi melihatmu lagi, aku sadar… ada ruang yang selalu kosong untukmu."

Di bawah langit Lerep yang bertaburan bintang, janji tak terucap melayang. Pertemuan singkat itu bukan hanya nostalgia, melainkan percikan api yang menyalakan kembali bara asmara. Galih, yang akan kembali ke kota jauhnya, berjanji akan lebih sering pulang. Ratna, dengan hati yang kembali bersemi, siap menanti. Mereka tahu, jarak adalah tantangan, tapi cinta yang bersemi kembali ini adalah fondasi yang kokoh. Komitmen untuk merajut kembali kisah mereka, menuju pelaminan yang diimpikan, kini terasa begitu dekat, seolah senja di Lerep adalah saksi bisu janji optimis mereka.






Postingan Populer